KEMBARA ABAH DONNY, HARMONI TAK LEKANG USIA

KEMBARA ABAH DONNY, HARMONI TAK LEKANG USIA

25-Jul-2024      91      Komunitas      Fajar M. Fitrah     

Malam itu, langit Bandung terasa begitu dekat. Bintang-bintang mengedip nakal, seolah ikut bersuka cita dalam perayaan yang tengah berlangsung di bawahnya. Di pelataran Kedai Dermaga, sebuah panggung sederhana berdiri tegak, dihiasi cahaya temaram yang menciptakan suasana intim nan hangat. Inilah malam yang ditunggu-tunggu, Folk Escape Volume 1, bertajuk "Harmoni Kembara Abah Donny".

Saat jarum jam menunjuk pukul delapan malam, Sabtu 20 Juli 2024, udara dipenuhi gemuruh tepuk tangan. Prass, si solois muda berbakat, melangkah ke atas panggung. Jemarinya dengan lincah memetik senar gitar, mengalunkan melodi yang menghangatkan jiwa. Disusul kemudian oleh Sarekat Dermaga, sebuah kolektif musik yang terdiri dari Kidung Saujana, Hasrirend, Ovick Salavski, dan Bob Anwar. Mereka membuka malam dengan sempurna, menciptakan atmosfer yang pas untuk sang bintang utama.

Kedai Dermaga rupanya telah lama menjadi rumah bagi para musisi indie Bandung. Malam ini, tempat ini kembali membuktikan dedikasinya dalam menggaungkan eksistensi mereka yang kerap terpinggirkan oleh arus utama industri musik. Di sini, tak ada sekat antara panggung dan penonton. Semua melebur dalam satu harmoni, satu kesatuan yang utuh.

Penonton berdatangan silih berganti, memenuhi setiap jengkal ruang yang tersedia. Ada yang masih SMA, ada pula yang rambutnya telah memutih dimakan usia. Namun malam itu, perbedaan usia tak lagi berarti. Mereka semua disatukan oleh satu hal: cinta pada musik folk dan Abah Donny.

Tepat pukul sembilan, sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul. Abah Donny, dengan senyum khasnya yang hangat, melangkah perlahan ke atas panggung. Di sisinya, Saija dengan mandolin dan Omwin dengan bass, dua sahabat setia yang telah menemaninya berkelana dalam dunia musik selama bertahun-tahun. Mereka bertiga duduk mantap di sana, bukan sekadar sebagai musisi, tapi sebagai penyambung lidah antara alam, manusia, dan segala keresahan yang menggelayut di dalamnya.

Lampu panggung berubah, menciptakan siluet yang dramatis. Cahaya keemasan menyapu wajah Abah Donny, seolah ingin menegaskan bahwa inilah sosok yang telah lama dinanti. Jemarinya mulai memetik gitar, dan seketika itu pula, seluruh Kedai Dermaga terdiam. "Rayakan Hidup", lagu pembuka malam itu, mengalun lembut namun penuh makna.

Satu demi satu, sepuluh lagu dihadirkan. Dari "Jaya Giriku Kini" yang penuh curahan hati, "Lagu Bunga" yang romantis, hingga "Pohon Tua Taman Kota" yang sarat akan kritik sosial. Setiap lagu seolah membawa pendengarnya dalam sebuah perjalanan, menelusuri lorong-lorong kenangan dan harapan yang tersembunyi di setiap sudut kota Bandung.

"Daun Embun Padi", "Kita adalah Sama", "Bukan Lagu Cover", "Apa Gunanya?", dan "Nona Kecilku" melengkapi repertoar malam itu. Setiap petikan gitar dan mandolin, dan setiap dentuman bass seolah menyatu dengan detak jantung para penonton. Mereka bernyanyi bersama, bergoyang bersama, bahkan tak jarang ada yang meneteskan air mata saat lirik-lirik puitis itu menyentuh relung hati terdalam.

Bagi Abah Donny, malam itu adalah sebuah kejutan yang manis. Ia datang tanpa ekspektasi berlebih, namun yang ia temui adalah lautan cinta dari para penggemar lintas generasi. Ada kawan lama yang datang membawa kenangan, ada pula anak muda yang baru mengenal karyanya namun telah jatuh hati. Semua berbaur dalam harmoni yang indah, membuktikan bahwa musik sejati tak mengenal batas usia.

Lagu-lagu Abah Donny memang bukan sekadar rangkaian nada dan lirik. Ada emosi yang mengalir di dalamnya, ada puisi yang terselip di setiap baitnya. Namun yang lebih penting, ada kesadaran sosial yang tak pernah absen. Ia bercerita tentang gunung, tentang padi, tentang pohon tua di taman kota. Namun di balik itu semua, ada pesan tentang lingkungan, tentang ketimpangan sosial, tentang harapan akan masa depan yang lebih baik.

Ketika lagu terakhir usai dinyanyikan, tepuk tangan bergemuruh memenuhi udara malam Bandung. Folk Escape Volume 1 telah usai, namun jejaknya akan terus membekas. Bukan hanya dalam ingatan mereka yang hadir, tapi juga dalam semangat bermusik para seniman indie Bandung. Malam itu, sekali lagi, musik telah membuktikan kekuatannya dalam menyatukan, menghibur, sekaligus menyadarkan. Dan Abah Donny, dengan kearifannya, telah menjadi jembatan antara masa lalu, masa kini, dan masa depan musik folk Indonesia.